Kondisi
ekonomi yang dilakukan menurut indikator-indikator ekonomi yang merefleksikan
konidisi pada periode ini antara lain:
- Tingkat pertumbuhan ekonomi
- Tingkat inflasi
- Tingkat penngangguran
- Tingkat sukubunga perbankan
Berdasarkan
data statistik perekonomian Indoensia (BPS) tahun 1992, terlihat tingkat
pertumbuhan ekonomi naso=ional tahun 1991 sebesar 6,62%. Laju pertumbuhan ini
lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (1990) sebesar 7,14% namun
jauh lebih tinggi dari pertumbuhan selama Pelita IV sebesar 5,2% per tahun.
Tetapi pada saat memasuki tahun 1992, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar
5,7% atau turun dibandingkan sebelumnya.
Penyebab
tingkat pertumbuhan ekonomi belum banyak mendorong minat para investor swasta
untuk melakukan investasi di dalam negeri, karena ditetapkanya beberapa
penerapan kebijakan antara lain:
- Diterapkanya kebijakan uang ketat (tight money policy) oleh pemerintah lewat Paket Januari (Pakjan) tahun 1990. mengakibatkan penerapan kebijakan tersebut mendorong naiknya tingkat suku bunga pinjaman sampai akhir tahun 1991.
- Kebijakan anggaran yang ketat. Tindakan yang dilakukan dengan cara pengurangan semua subsidi pembangunan bagi kegiatan perekonomian sebagai akibat dari jatuhnya harga minyak tahun 1986 yang memukul perekonomian nasional karena menurunya pendapatan negara dari sektor migas. Hal ini dapat terlihat pada tingkat suku bunga pinjaman dalam kwartal I tahun 1991 mencapai 24,23% dan sampai akhir tahun 1991 mencapai 30% (sumber: Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS).
- Adanya implikasi lebih luas semakin banyaknya kredit macet. Kondisi ini diperparah dengan lesunya perekonomian dunia sebesar 0,1% pada tahun 1991, sehingga dana dari luar negeri juga semakin sulit diperoleh
Solusi, memasuki tahun 1992, kebijakan uang ketat sudah mulai
dilonggarkan oleh pemerintah, sehingga suku bunga pinjaman pun berangsur-angsur
normal kembali menjadi 24,03%. Kondisi ini membuat iklim investasi semarak
kembali, terutama di bidang estate.
- Adanya indikator tingkat inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi yang penting. Paling tidak, fluktuasi angka inflasi di Indonesia pada tahun 1991/1992 sebesar 9,78% atau meningkat dari periode sebelumnya 1990/1991 sebesar 9,11%. Kenaikan tersebut berkaitan erat dengan adanya penyesuaian:
- Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Juli 1991.
- Kenaikan tarid angkutan pada bulan Agustus 1991.
- Kenaikan tarif Air Minum (PAM) pada bulan November 1991.
Kebijakan
penyesuaian harga-harga tersebut telah mendorong kenaikan indeks harga kelompok
aneka barang dan jasa pada tahun 1991/1992 sebesar 13,2%, kenaikan indeks harga
kelompok makanan sebesar 10,4%, dan kenaikan indeks harga makanan sebesar
11,48%. Pada tahun keempat Pelita V (1992/1993), laju inflasi Indonesia kembali
membengkak hingga mencapai 2 digit, yaitu 10%. Kenaikan ini terjadi karena
menjelang tahun terakhir Pelita V pemerintah telah mengeluarkan beberapa
kebijakan di bidang perdagangan, antara lain kenaikan harga BBM, semen, dan
bahan bangunan pada bulan Januari 1992, kenaikan tarif berupa angkutan yang
diikuti oleh naiknya harga sayur-sayuran, minyak tanah, telur, ayam ras pada
Februari 1993, serta kenaikan tarif listrik dan harga beberapa barang dan jasa
menjelang idul fitri 1413 H pada bulan maret 1993. akibatnya membawa dampak
naiknya indeks harga kelompok makanan dan perumhan pad 1992/1993 masing masing
sebesar 11,4% dan 10,6% dibanding dengan kelompok yang sama pada tahun
sebelumnya 1991/1992. tabel dibawah ini menunjukan laju inflasi Indonesia tahun
1990-1993.
Tabel 7.1 Laju Inflasi Indonesia
Tahun
|
Makanan
|
Perumahan
|
Pakaian/Aneka barang dan jasa
|
1989/1990
|
5,54
|
6,19
|
4,58
|
1990/1991
|
6,99
|
11,38
|
11,34
|
1991/1992
|
10,36
|
7,77
|
13,15
|
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS Pusat.
Tabel 7.2 Pemicu Laju Inflasi
Tahun
|
Pemicu
|
1990/1991
|
BBM Mei 1990, tarif angkutan Juli 1990, tarif puksa telepon 1990,
bangunan Juli-September 1990.
|
1991/1992
|
BBM Juli 1991, tarif angkutan Agustus 1991, Tarif PAM Agustus 1991.
|
1992/1993
|
Kenaikan BBM, semen, bangunan Januari 1993, tarif angkutan Februari
1993, tarif listrik Maret 1993.
|
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS Pusat.
Pola
industri pada era 1990-an terdiri dari dua kelompok industri yang penting,
yaitu kelompok industri padat karya, dan kelompok industri padat modal.
Kesimpulan menurut hasil penelitian yang dilakukan Arsyad (1997) pada kelompok
industri pada periode 1985-1993, diperoleh kesimpuan bahwa industri padat karya
lebih dapat menikmati skala ekonomis dibandingkan dengan industri padat modal.
Penyebab,
masih adanya faktor inefesiensi dalam penggunaan input modal (mesin) dan belum
optimalnya penggunaan teknologi pada industri padat modal. Salah satu industri
padat modal yang diteliti adalah industri semen.
sumber: Bastian, Indra.2002.Privatisasi Indonesia.Indonesia:Salemba Empat
sumber: Bastian, Indra.2002.Privatisasi Indonesia.Indonesia:Salemba Empat
0 comments:
Post a Comment