Tugas Karya Ilmiah STMIK Amikom Yogyakarta
Klik di sini
Mobil Sport Porsche berbau Indonesia
MOBIL sport mewah Porsche menghadirkan kejutan di ajang Tokyo Motor Show 2013, Jepang. Indonesia boleh tersebut, karena nama yang digunakan produk mewah itu berbahasa Indonesia: "Porsche Macan Turbo".
The stars of Fast and Forioust Paul Walker Dead
RIP Paul Walker...
Laptop dengan harga selangit dan spek tinggi (gamers masuk)
Gamers masuk...
Latihan Soal UNAS 2014
Download soal latihan UNAS 2014 untuk siswa/i SMA SMK MA
Friday, March 4, 2016
Karya Ilmiah Lingkungan Bisnis "Cara Membudiyakan Ikan Lele"
Pada
pertengahan Mei 2015 saya mencoba untuk membuat usaha sendiri dengan modal 5
juta Rupiah untuk mengembangkan usaha lele namun semua itu sebagian rugi karena
hancurnya kolam peternakan lele yang saya buat dikarenakan pembangunan rumah
sebelah yang menggunakan alat berat. Namun berikut ini saya akan memberikan
beberapa tips untuk membangun peternakan lele dengan menggunakan kolam seadanya
di rumah.
- Gunakan tanah yang stabil dan tidak ada pembangunan dengan alat berat di sekitar wilayah kolam. Lalu bangun kolam yang memiliki tinggi sekitar 90 CM dari permukaan tanah. Hal ini digunakan agar lele dapat mendekam di dalam air. Lalu berikan semen di sekitar dalam kolam agar tidak berbau bata dan bocor. Tunggu hingga semen benar-benar kering. Jangan lupa untuk beri lubang di pojokan kolam untuk paralon dan setelah ada untuk paralon, paralon harus di beri arah keatas dengan tinggi sama dengan 3/4 dari kolam agar lele tidak meluber dan ketinggian air agar dapat diatur , seperti gambar dibawah: (merah : kolam, biru : paralon)
- Lalu setelah pembuatan kolam beri air (setengah tinggi dari kolam) dan diamkan hingga berlumut di dalam kolam dan air menjadi butek(kotor) kecoklat-coklatan / kehijau-hijauan agar lele dapat bertahan hidup lama.
- Lalu setelah mencoklat taburi dengan bibit lele dan beri makan sehari 3x (pagi, siang, sore). Untuk ukuran bibit beri pelet yang berukuran sangat kecil. Untuk lele dengan ukuran sedang gunakan ukuran pelet dengan ukuran sedang. Dan untuk ukuran lele yang besar gunakan pelet yang besar.
- Jangan lupa untuk memberi makan lele agar lele tidak menjadi kanibal. Dan campurkan makanan bekas / sisa makanan anda untuk mengurangi biaya makan pelet untuk lele.
- Usahakan menggunakan cacing tanah sebisa mungkin karena cacing tanah memiliki protein yang tingggi.
- Untuk panen usahakan ukuran lele 15-23 cm agar lele dapat dijual dan tidak terlalu besar untuk dikonsumsi.
- Biasanya panen lele dapat dilakukan pada bulan ke 3-4.
Berikuta
saja yang dapat saya sampaikan. Terima kasih
Karya Ilmiah Lingkungan Bisnis "Latar Belakang Kondisi Ekonomi di Indonesia tahun1991-1994"
Kondisi
ekonomi yang dilakukan menurut indikator-indikator ekonomi yang merefleksikan
konidisi pada periode ini antara lain:
- Tingkat pertumbuhan ekonomi
- Tingkat inflasi
- Tingkat penngangguran
- Tingkat sukubunga perbankan
Berdasarkan
data statistik perekonomian Indoensia (BPS) tahun 1992, terlihat tingkat
pertumbuhan ekonomi naso=ional tahun 1991 sebesar 6,62%. Laju pertumbuhan ini
lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (1990) sebesar 7,14% namun
jauh lebih tinggi dari pertumbuhan selama Pelita IV sebesar 5,2% per tahun.
Tetapi pada saat memasuki tahun 1992, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar
5,7% atau turun dibandingkan sebelumnya.
Penyebab
tingkat pertumbuhan ekonomi belum banyak mendorong minat para investor swasta
untuk melakukan investasi di dalam negeri, karena ditetapkanya beberapa
penerapan kebijakan antara lain:
- Diterapkanya kebijakan uang ketat (tight money policy) oleh pemerintah lewat Paket Januari (Pakjan) tahun 1990. mengakibatkan penerapan kebijakan tersebut mendorong naiknya tingkat suku bunga pinjaman sampai akhir tahun 1991.
- Kebijakan anggaran yang ketat. Tindakan yang dilakukan dengan cara pengurangan semua subsidi pembangunan bagi kegiatan perekonomian sebagai akibat dari jatuhnya harga minyak tahun 1986 yang memukul perekonomian nasional karena menurunya pendapatan negara dari sektor migas. Hal ini dapat terlihat pada tingkat suku bunga pinjaman dalam kwartal I tahun 1991 mencapai 24,23% dan sampai akhir tahun 1991 mencapai 30% (sumber: Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS).
- Adanya implikasi lebih luas semakin banyaknya kredit macet. Kondisi ini diperparah dengan lesunya perekonomian dunia sebesar 0,1% pada tahun 1991, sehingga dana dari luar negeri juga semakin sulit diperoleh
Solusi, memasuki tahun 1992, kebijakan uang ketat sudah mulai
dilonggarkan oleh pemerintah, sehingga suku bunga pinjaman pun berangsur-angsur
normal kembali menjadi 24,03%. Kondisi ini membuat iklim investasi semarak
kembali, terutama di bidang estate.
- Adanya indikator tingkat inflasi merupakan salah satu indikator stabilitas ekonomi yang penting. Paling tidak, fluktuasi angka inflasi di Indonesia pada tahun 1991/1992 sebesar 9,78% atau meningkat dari periode sebelumnya 1990/1991 sebesar 9,11%. Kenaikan tersebut berkaitan erat dengan adanya penyesuaian:
- Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada bulan Juli 1991.
- Kenaikan tarid angkutan pada bulan Agustus 1991.
- Kenaikan tarif Air Minum (PAM) pada bulan November 1991.
Kebijakan
penyesuaian harga-harga tersebut telah mendorong kenaikan indeks harga kelompok
aneka barang dan jasa pada tahun 1991/1992 sebesar 13,2%, kenaikan indeks harga
kelompok makanan sebesar 10,4%, dan kenaikan indeks harga makanan sebesar
11,48%. Pada tahun keempat Pelita V (1992/1993), laju inflasi Indonesia kembali
membengkak hingga mencapai 2 digit, yaitu 10%. Kenaikan ini terjadi karena
menjelang tahun terakhir Pelita V pemerintah telah mengeluarkan beberapa
kebijakan di bidang perdagangan, antara lain kenaikan harga BBM, semen, dan
bahan bangunan pada bulan Januari 1992, kenaikan tarif berupa angkutan yang
diikuti oleh naiknya harga sayur-sayuran, minyak tanah, telur, ayam ras pada
Februari 1993, serta kenaikan tarif listrik dan harga beberapa barang dan jasa
menjelang idul fitri 1413 H pada bulan maret 1993. akibatnya membawa dampak
naiknya indeks harga kelompok makanan dan perumhan pad 1992/1993 masing masing
sebesar 11,4% dan 10,6% dibanding dengan kelompok yang sama pada tahun
sebelumnya 1991/1992. tabel dibawah ini menunjukan laju inflasi Indonesia tahun
1990-1993.
Tabel 7.1 Laju Inflasi Indonesia
Tahun
|
Makanan
|
Perumahan
|
Pakaian/Aneka barang dan jasa
|
1989/1990
|
5,54
|
6,19
|
4,58
|
1990/1991
|
6,99
|
11,38
|
11,34
|
1991/1992
|
10,36
|
7,77
|
13,15
|
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS Pusat.
Tabel 7.2 Pemicu Laju Inflasi
Tahun
|
Pemicu
|
1990/1991
|
BBM Mei 1990, tarif angkutan Juli 1990, tarif puksa telepon 1990,
bangunan Juli-September 1990.
|
1991/1992
|
BBM Juli 1991, tarif angkutan Agustus 1991, Tarif PAM Agustus 1991.
|
1992/1993
|
Kenaikan BBM, semen, bangunan Januari 1993, tarif angkutan Februari
1993, tarif listrik Maret 1993.
|
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia 1992, BPS Pusat.
Pola
industri pada era 1990-an terdiri dari dua kelompok industri yang penting,
yaitu kelompok industri padat karya, dan kelompok industri padat modal.
Kesimpulan menurut hasil penelitian yang dilakukan Arsyad (1997) pada kelompok
industri pada periode 1985-1993, diperoleh kesimpuan bahwa industri padat karya
lebih dapat menikmati skala ekonomis dibandingkan dengan industri padat modal.
Penyebab,
masih adanya faktor inefesiensi dalam penggunaan input modal (mesin) dan belum
optimalnya penggunaan teknologi pada industri padat modal. Salah satu industri
padat modal yang diteliti adalah industri semen.
sumber: Bastian, Indra.2002.Privatisasi Indonesia.Indonesia:Salemba Empat
sumber: Bastian, Indra.2002.Privatisasi Indonesia.Indonesia:Salemba Empat
Karya Ilmiah Lingkungan Bisnis "Malioboro Riwayatmu Kini"
Memudarnya Aura Malioboro
Saat ini
malioboro hanya sekedar magnet ekonomi yang luar biasa kuatnya. Bahkan Pemda
Yogyakarta pun terlihat sedikit kuwalahan dalam menata dan menetibkan
Malioboro, khususnya yang terkait dengan hiruk-pikuk ekonomi. Semua ini tampak
justru berawal dari "legenda" Malioboro sebagai ciri khas Yogyakarta,
sebagai pembentuk citra kota budaya. Orang merasa belum ke Yogyakarta apabila
belum berkunjung ke Malioboro. Sehingga semua berbondong-bondong ke Malioboro.
Pada akhirnya tumbuhlah "pasar" di Malioboro, dari yang sekelas
pusat-pusat perdagangan seperti toko sampai yang berkelas kaki lima. Semua
tumpah-ruah di sepanjang jalan Malioboro.
Malioboro
yang dulu lebih berfungsi sebagai area "pencerahan" berbagai
komunitas, nyatanya sekarang telah mengalami banyak pergeseran. Malioboro
sebagai penggalan imaginary axis Tugu
Pal Putih-Panggung Krapyak nampak mulai kehilangan auranya. Jalur laku spiritual dari Keraton-Pangurakan-Marga
Mulya hingga Marga Utama-Tugu Pal-Putih barangkali semakin dilupakan banyak
orang.
Dominasi
warna ekonomi di Malioboro rupanya membuat berbagai komunitas budaya yang
membutuhkan ruang publik untuk menumpahkan ekspresinya mencari kantong-kantong
baru sebagai area berekspresi. Beberapa kantong kebudayaan baru muncul dengan
penggeraknya masing-masing, seperti kampung Nitiprayan dengan dimotori Hari
"Ong" Wahyu, atau kampung Kersan dengan Mas Djaduk beserta Mas Butet.
Belum lagi kantong-kantong budaya yang sudah lebih dulu ada seperti seputaran
Kotagede.
Fenomena ini
semakin lengkap dengan adanya beberapa warung yang dipakai nongkrong para pengagas berbagai kegiatan
seni. Di Suryowijayan ada warung oseng-oseng mercon Beni Kencung, sementara di
Bugisan ada warung tenda biru Kang Min.
Area Ngudar Gagasan
Kegelisahan
para pelaku seni budaya atas hilangnya ruang publik sebagai tempat berekspresi
yang nyaman rupanya tidak menutup kreativitas mereka. Justru hal itu mendorong
mereka untuk menciptakan dan mencari area-area baru sebagai tempat ekspresi
kreativitas.
Malioboro
sebagai sebuah kawasan budaya nampaknya bukan lagi merupakan tempat yang nyaman
bagi komunitas seni budaya untuk mengungkapkan perasaan, saling bertukar ide
dan gagasan. Bagi mereka barangkali Malioboro hanyalah sekedar masa lalu yang
indah untuk dikenang, sedang saat ini bukan tempat yang ideal untuk menggali
ide-ide kreatif. Malioboro hanyalah bangunan budaya masa lalu.
Memang
sebuah bangunan atau kawasan yang disiapkan sebagai area kegiatan kebudayaan
seringkali tidak dapat diterima oleh para penggiat seni budaya untuk
melampiaskan ekspresinya. Hal ini lebih sering disebabkan oleh tidak adanya
rasa kemerdekaan saat berekspresi di tempat tersebut. Tidak ada rasa memiliki
wilayah itu, karena memang bukan mereka yang menyiapkanya. Ada "pihak
lain" yang merasa lebih memiliki wilayah itu.
Bagi
Yogyakarta sendiri sebenarnya sudah tersedia Purna Budaya, Beteng Vredeburg,
Gedung Societet dan beberapa tempat lain. Secara tempat, rasanya cukup memadai
sebagai wahana ekspresi rasa seni para pelaku kebudayaan. Tetapi dalam
kenyataanya di tempat-tempat tersebut tidak terlihat kehidupan seni budaya yang
cukup ramai, hanya ada kegiatan pada waktu-waktu tertentu saja. Tidak ada
diskusi-diskusi seni yang intens atau silih berganti dengan peserta dari
berbagai lapisan masyarakat, sebagaimana kehidupan malam di Malioboro sekian
tahun yang lalu.
Sekali lagi
perlu ditegaskan bahwa bangunan fisik saja tidaklah cukup. Masih dibutuhkan
adanya komunitas seni budaya di daerah itu yang berfungsi selaku
"roh" seluruh kegiatan kebudayaan. Kebanyakan art centre hanyalah suatu bangunan fisik semata tanpa ada
komunitas sebagai penggerak kegiatan di sana. Beberapa menggerakan kegiatan
kebudayaan sekaligus menyediakan bangunan fisiknya. Sebut saja, Galeri Seni
Cemeti, Pusat Kebudayaan Indonesia-Belanda Karta Pustaka, Lembaga
Indoenesia-Perancis, Lembaga Javanologi, dan lain sebagainya. Namun seharusnya
itu saja tidak cukup, masih diperlakukan upaya yang menyeluruh oleh semua pihak
terkait.
Pada
dasarnya, para pelaku seni budaya membutuhkan area untuk mengungkapkan gagasan.
Tempat di mana mereka dapat saling adu argumentasi tentang ide-ide, tentang
mimpi-mimpi yang barankali cukup absurd untuk masa sekarang namun bisa jadi
merupajan sebuah ide gemilang untuk sekian puluh tahun yang akan datang.
Dalam kasus
Malioboro sendiri sebenernya ada dua hal yang perlu dibenahi.
- Menyangkut masalah pelestarian fisik bangunan bersejarah yang ada di area ini. Untuk mengatur masalah ini dibutuhkan Peraturan Daerah, selain juga perlu adanya upaya mendistribusikan kegiatan ekonomu agar tidak terkonsentrasi atau terpusat di kawasan Malioboro saja.
- Untuk menampung kegiatan mengungkapkan gagasan kiranya perlu disiapkan satu area khusus untuk kongkow-kongkow dan nyaman sekaligus ngudarasa segala ekspresi penggiat seni budaya.
Saat ini
rasanya Malioboro sudah tidak mampu lagi mewadahi aktivitas pelaku seni budaya
dalam berolah-batin. Barangkali karena kesumpekan-kesumpekan itulah, maka acara
Obrolan Angkring di TVRI Yogyakarta cukup banyak peminatnya. Secara tidak sadar
sebenarnya masyarakat merindukan suasana sebagaimana tersaji dalam acara
tersebut. Masyarakat butuh tempat untuk dapat ngadurasa
dan mengomentari berbagai fenomena yang muncul di lingkungan keseharian
masing-masing.
Subscribe to:
Posts (Atom)