LEBIH 16 lahun lamanya Muhammad Syamsi Ali (Imam Shamsi Ali) tinggal di New York, Amerika Serikat. Ayah lima anak yang pernah menjadi kolumnis tetap di rubrik Kabar Dari New York (KDNY) di hidayatullah.com ini dikenal sebagai imam dan Ketua Yayasan Masjid Al-Hikmah New York ini rupanya tak lupa dengan kampung halamannya di Indonesia.
Minggu lalu, difasilitasi Dompet Dhuafa (DD) Direktur Jamaica Muslim Center di Queens ini berbagai banyak hal tentang dakwah di Amerika pasca runtuhnya Gedung WTC 11 September 2001. Inilah bagian kisahnya dalam obrolan dengan hidayatullah.com.
***
Bagaimana kabar Anda?
Alhamdulillah baik
Apa kabar saudara kita kaum Muslimin di New York?
Alhamdulillah kabarnya baik-baik. Kabar gembira, saya kira semakin redah hiruk-pikuk kebencian terhadap umat Muslim. Hal ini dikarenakan umat Islam di New York sudah mengambil peran kehidupan secara luas, seperti terlibat dalam politik.
Ada sekitar 400 ribu pemilih Muslim dari total 4 juta pemilih di kota New York. Dan itu sangat menentukan siapa yang akan terpilih menjadi pemimpin nantinya.
Partisipasi dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan diseluruh lini kehidupan, itu menjadikan orang New York melihat umat Islam bukan lagi tamu, tapi sebagai bagian dari kota yang tidak boleh dipandang sebelah mata. Jadi dalam masalah ini, umat Islam sudah semakin baik.
Berapa jumlah umat Islam di Kota New York?
Di kota New York ada sekitar 800 ribu umat Islam minimal dari 8 juta lebih total penduduk atau sekitar 10% dari keseluruhan masyarakat New York.
Ada sekitar 120 ribu siswa Muslim yang bersekolah di sekolah umum, diperkirakan sekitar 10-13% dari total murid. Oleh karena itu kami sedang memperjuangkan agar hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha bisa menjadi hari libur. Alhamudulillah Wali Kota yang baru terpilih telah menjanjikan akan menjadikan libur hari raya bagi seluruh kota.
Bagaimana karakter Muslim New York?
Ada tiga yang mayoritas secara demography. Pertama adalam umat Islam dari Asia Selatan. Kedua dari Timur Tengah dan terakhir dari Afrika. Selebihnya semua Islam ada di sana, datang dari Indonesia, China, Eropa, Checnya dan Hispanik.
Asli amerika juga sudah mulai banyak. sejak peristiwa 11 September yang lalu mereka banyak yang masuk Islam. bukan lagi warga pendatang atau kulit hitam, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang kulit putih dan hispanik. Dan secara karakter meraka sangat terdidik, muda-muda dan profesional.
Apa tantangan utama yang dihadapai umat Islam di sana?
Tiga tangtangan yang dihadapi umat Islam di kota New York. Pertama, menjaga momentum dakwah yang hadir setelah 11 September.
Jangan sampai kita kehilangan dan kembali seperti biasa-biasa saja. Sekarang ini Islam diekspose sedemikian rupa, jadi itu harus ditangkap sebagai peluang dakwah.
Kedua bagaimana menangani muallaf yang semakin bertambah. Ada 4 ribu orang setiap tahun masuk Islam dari kalangan orang Amerika. Semakin besar jumlah muallaf apabila tidak tertangani dengan baik, maka mereka akan kembali pada kebiasaan lamanya.
Saat ini, kami sedang melakukan pembinaan intensif kepada para muallaf yang jumlahnya sangat besar. Kami pun telah mendirikan Yayasan Pusat Pelatihan Da’i yang bertujuan menampung para muallaf belajar, kemudian nanti secara intensif kami genjot belajar islamnya, biar mereka bisa jadi Imam dan da’i.
Ini memberikan keuntungan besar, karena dengan lahirnya para imam dan da’i dari kalangan mereka sendiri Islam tidak akan dianggap sebagai tamu lagi.
Ketiga, semakin berkembang dan banyaknya pengikut Islam, semakin banyak orang yang takut. Jadi ada kelompok-kelompok tertentu yang ketakutan. Kami tidak melarikan diri dari mereka. Bukan pula semakin menekan dan menakuti-nakuti mereka, tapi kami melakukan pendekatan persuasif. Maka kami lakukan dialog antar agama dengan mereka yang bertuajuan menghilangkan intimidasi terhadap perkembangan Islam yang sedang berjalan.
Di antara ketakutan-ketakutan itu beberapa negara bagian melarang penerapan Syariah. Misalnya dengan melarang memotong hewan memakai pisau, tapi harus pakai mesin. Sebenarnya itu bukan isu, intinya tapi mereka takut akan perkembangan Islam.
Apa yang Anda lakukan untuk kasus seperti ini?
Nah untuk meredam hal-hal itu, kami melakukan dialog dengan pemimpin agama mayoritas, kami kunjungi mereka, memberikan presentasi tentang Islam hingga kami bisa dekat dengan mereka. Tujuan kami adalah meredam Islamofobia yang gencar di Amerika Serikat.
Contoh ketika terjadi penentangan terhadap pembangunan masjid Ground Zero oleh 70% masyarakat New York, bukan kami yang membela diri, tapi pemimpin kaum mayoritas di sana yang membela kami, tentu dibantu oleh politik dan media.
Apa saja bentuk Islamofobia itu?
Islamofobia yang terjadi di New York tidak berbentuk penyerangan fisik, tapi menjelek-jelekan Islam lewat coretan di kereta api, atau iklan-iklan di TV yang mengatakan Islam itu agama yang tidak beradab, agama Islam sumber keterbelakangan, dan macam-macam tuduhannya. Dan cara meradam Islamofobia adalah dengan mendapat pembelaan dari pihak mereka sendiri.
Berbeda dengan kasus islamofobia dengan di Indonesia. Di sana ada kekerasan tapi sangat kecil sekali, karena di Amerika ketika seorang melakukan kekerasan tidak akan ditanya motifnya. Sebab tindakan mengancam, mengangkat tangan atau menusuk –apalagi-- membunuh itu adalah sebuah kesalahan.
Bagaimana prospek dakwah di New York?
Saya selalu optimis, bahwa ketika pengalaman dakwah pasca 11 September (runtuhnya Gedung WTC) begitu susah, yang disangka orang bahwa kemungkinan menjadi akhir dakwah Islam di sana ternyata keliru.
Yang terjadi justru sebaliknya, 11 September menjadi titik kebangkitan dakwah. Pemandangan wanita memakai hijab, polwan-polwan Muslimin mengatur traffic light sudah biasa saja di sana. Masyarakat sudah paham itu bagian dari perintah agama.
Maka saya percaya bahwa dakwah Islam di New York (khususnya) dan Amerika Serikat (umumnya) akan semakin solid.
Solidnya karena Islam sudah diakuai menjad bagian dari Amerika. Jika terjadi pelecehan terhadap Islam berarti negara Amerika juga ikut dilecehkan. Sehingga saya optimis Islam akan semakin berkembang dan solid. Dan jika Islam di New York dan Amerika semakin kuat insyaAllah akan memberi pengaruh posisi Islam di dunia. Karena bagaimana pun juga Amerika masih dianggap negara super power.
Apa strategi dakwah Anda di sana?
Pertama, salah satu stigma Islam dan Muslim di Amerika adalah selalu identik dengan Timur Tengah. Citra Timur Tengah juga dianggap jauh dari nilai demokrasi, diskriminasi terhadap kaum wanita, dan pusat konflik di dunia.
Jadi ketika dikatakan Islam Timur Tengah seolah ini agama yang penuh dengan konflik. Kedepan saya akan terus menampilkan diri, menyampaikan bahwa Islam itu bukan hanya agama Timur Tengah, tapi Islam itu agama dunia, global. Dan mayoritas umat Islam di dunia ini bukan dari Arab, tapi dari seluruh penjuru dunia.
Kedua, kemudian mengkader ulama-ulama dari warga Amerika sendiri. Hingga akhirnya akan muncul ulama dari kalangang mereka sendiri.
Ketiga, tetap menjaga perkembangan Islam itu tidak membalik menakutkan orang, tapi justru Islam harus menjadi kontributor dan bisa menjadi daya tarik. Orang Islam jadi politikus, pedagang, pendidik, ekonom, dan akademik.*